PRINSIP PENGATURAN WAKTU KERJA BUAT TUHAN
Prinsip pengaturan waktu sebenarnya sederhana dan mudah dimengerti oleh semua orang. Namun, realitanya dalam kehidupan ini ada banyak kesulitan yang berhubungan dengan waktu teduh disebabkan oleh masalah pengaturan atau menejemen waktu yang tidak baik! Pernahkah Anda mendengar seseorang berpendapat, “Bila Anda tidak berjumpa dengan Allah di pagi hari, maka Dia tidak akan menyertai Anda sepanjang hari itu”? Lalu, apakah Anda dengan pendapat ini merasa bersalah? Hal inilah yang dirasakan dan dianut oleh pemikiran kebanyakan orang dalam berhubungan denganNya. Atau, pernahkah Anda mendengar pendapat seseorang yang berkata, “Saya telah berdoa selama dua jam pagi ini; sungguh luar biasa!”Atau ada pendapat atau pemikiran bahwa: Tempat juga mempengaruhi khasiat Doa, seperti tempat tempat yang disakralkan oleh beberapa pemikiran orang. Atau bahkan anda sering merasa juga ada orang yang lebih didengarkan doanya dibanding kita. Namun lagi-lagi kita diliputi pemikiran perasaan sedih dan bersalah, karena kita tahu kehidupan doa kita belumlah memadai.
Rasa bersalah dapat muncul karena banyak sebab. Sebagian mungkin karena alasan yang jelas, tetapi sebagian lagi mungkin karena kesalahpahaman mengenai waktu yang digunakan untuk bersekutu dengan-Nya. Mari kita renungkan sejenak dan kita ingatlah bahwa yang menjadi dasar persekutuan kita dengan Tuhan adalah waktu bagi Allah—bagi hubungan kita dengan-Nya. Saat teduh adalah saat untuk mengenal dan mengasihi Dia sebagai pribadi—sebagai sahabat—secara lebih baik. Dia adalah pribadi yang mampu berpikir, membuat pilihan, dan merasakan—sebagaimana Dia juga menciptakan kita demikian. Kita dapat mengasihi-Nya, meskipun kita tidak dapat melihat-Nya. Kita meyekini kuasaNya, kebaikanNya, keadilanNya, dan kasihNya meskipun kita tidak melihatnya secara kasat mata, tapi mata hati dan iman kita yang hidup akan selalu melihatNya bertahta di hati kita.
Saat teduh adalah waktu yang kita persembahkan bagi seseorang. Kita tidak akan pernah dapat menjalin persahabatan dengan seseorang hanya dengan berbincang-bincang dengannya di pagi hari, hal ini dapat kita tarik dari alam pikiran kita sebagai manusia ciptaanNya. Tentu saja tidak benar bahwa Tuhan tidak akan menyertai kita jika kita tidak bersekutu dengan-Nya pada pagi hari. Ini adalah pandangan yang sangat sempit tentang Allah. Suatu hubungan tidak bergantung semata-mata pada banyaknya waktu yang diberikan untuk seseorang. Kualitas waktu berhubungan juga sangat penting untuk diperhatikan . Jadi, bila jumlah waktu itu penting, maka terlebih lagi kita harus mengevaluasi penggunaan waktu kita tiap-tiap hari.
Jangan gunakan pengalaman orang lain sebagai ukuran bagi kita terutama dalam hal iman , tetapi dapat kita gunakan sebagai pembanding dan bahan sebagai evaluasi. Hal ini yang sering membuat kita kecewa kepadaNya, karena kita menghitung-hitung apa yang telah kita perbuat, sehingga kita menuntut kepadaNya sebagai konsekwensi dari perbuatan kita. Saya telah lakukan ini,itu, dan dia hanya seperti ini, koq saya lebih susah dari dia? Kita sering mengukur kasihNya dari kaca mata kita. Memang kita dapat belajar dari pengalaman orang lain, tetapi yang lebih berarti adalah hubungan kita secara pribadi dengan-Nya.
Pilih Waktu yang Khusus. Begitu kita memutuskan bahwa persekutuan dengan Allah menjadi prioritas, konsekwensinya adalah: kita tetapkan waktu khusus untuk mengembangkan persekutuan itu. Waktu yang kita tetapkan menjadi patokan kita. Jika hal itu telah ditetapkan dan dilaksanakan, maka bila suatu saat diperlukan perubahan waktu, kita dapat bersikap fleksibel. Tetapkanlah suatu waktu tertentu untuk bersekutu dengan Tuhan; pagi, sore, atau malam hari dan tempatnya juga .
Kendala-kendala yang perlu dihindari. Menetapkan waktu khusus membantu kita untuk menghindari beberapa kendala antara lain :
1. Kemalasan dan legalisme.
Dengan menetapkan dan komit terhadap keputusan pribadi tentang waktu khusus kita akan terhindar dari kemalasan dan legalisme. Biasanya orang mudah terperangkap ke dalam kedua pandangan ekstrem ini. Pandangan yang pertama mengatakan, “Saya tahu Allah sangat mengasihi saya sehingga Dia menerima saya tanpa peduli apa yang saya lakukan.” Dengan kata lain, “Saya boleh sedikit malas.” Sebaliknya, pandangan yang kedua mengatakan bahwa sebagian dari kita tidak yakin akan kasih Allah sehingga setiap saat kita berusaha meyakinkan bahwa Allah tetap mengasihi kita. Kita menjadi legalistik. Dengan sikap ini, kita sudah merasa sangat bersalah bila melewatkan satu hari tanpa bersaat teduh.
Allah berkata, “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal” (Yeremia 31:3). Kasih-Nya kepada kita sungguh besar. Kasih-Nya kepada kita dan kepastian akan hal itu adalah satu-satunya faktor pendorong yang dapat mengubah kemalasan dan sikap legalisme kita. Penetapan waktu khusus yang teratur akan menguatkan motivasi itu.
2. Ketidakkonsistenan.
Penetapan waktu khusus juga mengurangi kecenderungan kita untuk bersikap tidak konsisten. Ketidakkonsistenan mungkin merupakan masalah yang paling umum terjadi. Jika kita telah menetapkan waktu khusus dan benar-benar berusaha menaatinya, berarti kita telah bersikap konsisten. Bila hal itu tidak kita lakukan, sikap yang akan muncul adalah, “Saya akan bersekutu dengan Allah beberapa kali saja dalam minggu ini dan beberapa kali lagi pada minggu berikutnya.” Dan, tanpa sadar, kita telah kehilangan seluruh minggu itu dan juga kehangatan persekutuan dengan-Nya. Dengan melakukan ini secara berulang-ulang, maka ini akan menjadi tabiat yang sifatnya menjadi suatu kecendrungan dalam hidup kita.
Interupsi. Penetapan waktu khusus juga menghindarkan kita dari hal-hal yang menyela waktu kita. Bila kita menetapkan waktu dengan tepat, kita tidak akan diganggu oleh hal-hal yang akan merusak sukacita dalam kebersamaan dengan-Nya. Acap kali ketika kita mulai membaca Alkitab atau berdoa, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Misalnya, si anak/istri/suami/dll masuk dan berkata, “Ayah/papa/dll, lihat buku saya!”, atau “Ayah tolong nyalakan lampu.” Dan lain lain. Memang ada banyak hal yang dapat menyela saat teduh kita. Namun, kita dapat menghindarinya bila kita menetapkan waktu dan tempat dengan tepat.
Interupsi tidak hanya berasal dari luar, tetapi juga dari dalam diri kita. Salah satu gangguan terbesar yang berasal dari dalam adalah dorongan yang kuat untuk membereskan pekerjaan yang belum selesai, misalnya membersihkan meja belajar yang berantakan. Acap kali pula ketika kita duduk untuk membaca Alkitab atau berdoa, perhatian kita beralih pada surat-surat yang belum selesai ditulis, majalah yang belum selesai dibaca, proyek yang belum selesai dikerjakan, bahkan investasi yang kita miliki (Matius 6 : 21, Lukas 12 : 34). Akhirnya, waktu yang kita rencanakan untuk bersekutu dengan Tuhan terlewat begitu saja tanpa makna yang baik karena kita beranggapan bahwa hal-hal itu hanya membutuhkan sedikit waktu untuk dikerjakan. Istri saya bersikap praktis dalam hal ini. Ia akan menutupi meja yang berantakan dengan sebuah handuk besar. Dengan demikian perhatiannya tidak lagi diganggu oleh daftar “hal-hal yang harus dilakukan” atau proyek-proyek yang belum terselesaikan.( Matius 6:6)
Kita perlu menetapkan waktu dan tempat yang tepat sehingga sesedikit mungkin mendapat gangguan sehubungan dengan hal-hal yang harus kita lakukan. Waspadalah senantiasa terhadap berbagai gangguan. Gangguan yang datang akan merusak atau menghilangkan kesempatan kita untuk bersekutu dengan Allah.
Yesus secara pribadi juga bersekutu dengan Allah. Dalam Markus 1:35 dikatakan, “Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana.” Yesus kerap kali ingin menyendiri, namun sulit bagi-Nya untuk dapat sendirian. Kadang kala Dia harus bangun jauh lebih pagi dari orang lain, sebab sepanjang waktu Dia selalu dike-lilingi oleh orang-orang yang membawa berbagai kebutuhan mereka.
Daud menetapkan waktu teduh bersama Allah (Mazmur 5:4; 59:17). Ia juga menetapkan waktu untuk menaikkan puji-pujian dan ucapan syukur di Bait Allah (1 Tawarikh 23:28-32).
Solusi yang perlu dicapai. Dalam Menetapkan waktu khusus untuk bersekutu denganNya membantu kita untuk menghindari beberapa kendala antara lain :
1. Bersikap realistis.
Bila kita menetapkan waktu khusus untuk bersekutu dengan Allah, kita harus realistis dengan jadwal kegiatan dan jam tidur kita. Kemudian kita harus menentukan waktu yang terbaik untuk bersekutu dengan Allah dan menyesuaikan jadwal kegiatan kita dengan waktu atau saat teduh tersebut. Saya menyatakan hal ini karena dua alasan. Hal ini tidak saja akan menjadi saat yang terbaik bagi kita, tetapi juga bagi Allah. Inilah saatnya kita memberi persembahan bagi Dia, dan tentunya kita ingin mempersembahkan yang terbaik bagi-Nya.
Allah mengerti bahwa kita sering mendapat gangguan, seperti menghadiri pertemuan-pertemuan penting, mengejar batas waktu, mengurus anak-anak yang sedang sakit, menemui dokter, dan sebagainya. Bila kita hanya dapat menyediakan waktu 10 menit, kebanyakan dari kita sering berkata, “Saya tidak akan memperoleh apa-apa hanya dengan 10 menit,” lalu kita tidak melakukan-nya. Inilah akar masalahnya. Kita memandang waktu yang ada bukan sebagai waktu untuk bersama dengan Allah sebagai sahabat, namun sebagai saat untuk memperoleh sesuatu bagi diri kita. Adalah lebih baik bila kita mempersembahkan diri pada menit-menit tersebut daripada berkata, “Saya tidak akan mendapatkan apa-apa.” Bukan kah setiap waktu dan pekerjaan kita juga merupakan ibadah yang sejati buat Dia yang mengutus kita?
Bila kita mau bersikap seperti ini, kuantitas waktu kita juga akan meningkat seiring dengan pengaruh yang kita rasakan. “Semakin dalam saya mencintai istri /kekasih hati saya, semakin banyak waktu yang ingin saya habiskan bersamanya”. Semakin dalam kasih kita kepada Allah, meski hanya dapat menyatakan kasih dalam waktu singkat, lama-kelamaan waktu yang kita gunakan akan bertambah dengan sendirinya seiring bertambahnya rasa kasih saying yang kita miliki. Kita akan rindu bertemu dengan Dia dan tidak melakukannya sekadar untuk memenuhi kewajiban.
Tentu saja kita tidak akan mengalami hubungan yang lebih dalam bila kita hanya menyediakan waktu 10 menit setiap hari. Kita juga membutuhkan waktu lebih lama. Semakin sering kita memberikan kesempatan, meski singkat dan terbatas, semakin mudah bagi kita untuk memberikan lebih banyak waktu kepada-Nya. Yang jelas, dengan mempertahankan pengaturan waktu yang telah kita tentukan, kita akan lebih merasakan arti dan manfaatnya. Jangan salah mengerti. Berhati-hatilah untuk tidak sekadar meningkatkan kuantitas waktu, tetapi lakukanlah karena kita memang ingin melakukannya, karena dorongan rasa cinta kasih yang intim denganNya. Seperti konsep belajar, adalah lebih baik 5 x 1 dari pada 1 x 5, artinya: lebih baik dan lebih konsentrasi belajar 5 kali dengan durasi waktu1 jam , dari pada 1 kali dengan durasi waktu 5 jam.
2. Tetapkan Waktu Teduh yang Sama Setiap Hari.
Prinsip kedua adalah segera setelah kita menetapkan waktu teduh khusus secara terjadwal , lakukanlah itu pada waktu yang sama. Jika mungkin, lebih baik bila kita menetapkan waktu yang sama setiap hari daripada jadwal yang selalu berubah-ubah. Ada alasan yang baik untuk hal ini.
Pikiran kita bekerja berdasarkan pola dan struktur tertentu. Bila kita selalu mengerjakan sesuatu yang sama pada waktu tertentu, pikiran kita secara otomatis akan terpola demikian. Kita akan berfungsi dan menghasilkan sesuatu berdasarkan pola pikir yang kita kembangkan. Kita adalah makhluk yang cenderung bergerak berdasarkan kebiasaan. Jadi, memiliki waktu khusus untuk bersekutu akan membuat pikiran kita bekerja secara otomatis ke arah itu. Dengan demikian, pada waktu-waktu tersebut pikiran dan hati kita sudah siap untuk menerima hal-hal yang berkenaan dengan masalah rohani.
Bagi mereka yang jadwalnya sering berubah atau harus menjalani pergantian jam kerja secara periodik, memang sukar untuk memiliki waktu yang konsisten. Namun Allah memahami tanggung jawab yang Dia berikan kepada kita. Dia memahami setiap situasi yang Dia izinkan terjadi dalam hidup kita. Dan Dia akan menolong kita menyesuaikan diri dalam situasi tersebut. Yang penting, kita harus berusaha menjalankan pola tertentu dan minta kekuatan paaNya, sebab dengan demikian pola pikir kita dapat bekerja dengan baik.
3. Sediakan Cukup Waktu.
Prinsip ketiga berkaitan dengan pertanyaan seberapa banyak waktu yang kita sediakan. Bersekutu dengan Allah adalah persahabatan yang dilandasi dengan kasih, sebab itu lamanya waktu sulit dibatasi dan hal ini akan berbeda untuk setiap orang. Bila kita sedang jatuh cinta kepada seseorang, kita tidak akan menghitung menit-menit yang kita lalui bersama orang tersebut, namun sebaliknya menghitung menit-menit ketika kita tidak bersamanya. Bahkan dengan kemajuan teknologi sekarang ada banyak orang yang mengalokasikan dananya untuk selalu dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ia kasihi, kadang kita tidak perduli seberapa besar dana yang harus kita keluarkan untuk komunikasi itu. Namun kita akan lakukan itu semua demi keintiman hubungan kita dengan orang yang sangat kita kasihi, dan biasanya itu dilakukan dengan senang hati. Cinta kasih yang sejati akan terpancar dengan jelas dan tidak akan dapat dibendung oleh manusia lain, karena itu adalah luapan hati yang dipenui oleh rasa cinta kasih tersebut.Yang paling penting di sini adalah kita perlu menyediakan waktu yang cukup untuk mencapai tujuan. Apakah itu terhadap sesame manusia, alam lingkungan kita dan yang lebih terutama kepadaNya sebagai pencipta dan pemilik kita.
4. Menetapkan Tujuan yang akan Kita Capai.
Bila saya akan menikah dan hanya berjumpa tunangan saya lima menit setiap hari, saya tidak akan dapat membangun hubungan yang mendalam. Ada banyak keluarga yang berantakan akibat dari hal ini, tidak jarang pasangan kurang bahagia, karena kurangnya berkomunikasi dimasa berpacaran, banyak hal yang ditutupi, banyak hal yang dipoles dengan make-up kehidupan ini sehingga aslinya kabur. Tetapi setelah berkeluarga, hal ini akan kelihatan dengan jelas, karena hidup adalah luapan hati. Ketika make-up kehidupan yang sementara itu terungkap, maka akan menimbulkan persoalan seumur hidup, karena pernikahan tidak hanay untuk sesaat, tetapi untuk seumur hidup kita. Karena itu, kita perlu memastikan apakah waktu yang kita sediakan benar-benar cukup untuk salin mengenal dan untuk saling memilih.Untuk memilih mempelai kita saja sangat kompleks dan rumit jika waktu dan hati tidak kita siapkan, apalagi bersekutu denganNya. Sepuluh menit dalam satu hari mungkin tidak cukup untuk mencapai tujuan yang berarti. Dua puluh atau tiga puluh menit adalah waktu minimum bagi pikiran kita untuk bekerja, merenungkan apa yang kita peroleh, dan memikirkan penerapannya.
Ada satu pengecualian dalam prinsip ini. Bila kita baru memulainya untuk pertama kali, mulailah dengan waktu minimum 10 menit dan jadikanlah itu sebagai kebiasaan. Kemudian perpanjanglah menjadi 20 atau 30 menit sesegera mungkin. Intinya, berikanlah kepada Allah semua yang kita punya atau miliki. Berusahalah sungguh-sungguh mencapai tujuan kita—bersekutu dengan-Nya.
5. Melipatgandakan waktu Kita.
Sering kali kita tergoda untuk berpikir bahwa kita tidak memiliki waktu untuk bersaat teduh. Padahal kenyataannya justru sebaliknya, dengan bersaat teduh kita dapat memperoleh lebih banyak waktu. Amsal 10:27 mengatakan, “Takut akan TUHAN memperpanjang umur.” The Living Bible menerjemahkannya menjadi, “takut akan Allah menambah jumlah jam tiap-tiap hari.” Pengalaman membuktikan hal ini. Martin Luther berkata bahwa ada begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukannya dalam sehari sehingga ia harus menghabiskan waktu minimal empat jam untuk berdoa. Ia membuktikan bahwa waktu yang dipakainya bersama Allah tak pernah memperpendek waktunya untuk bekerja, sebaliknya justru memperbanyak.(Matius 6 : 33, Lukas 12 : 31). Hal ini benar sebab Allah mempertajam pikiran kita, menenangkan kecemasan-kecemasan kita, memperkuat daya ingat kita, dan memungkinkan kita untuk bekerja lebih fokus dan efisien. Seseorang yang berjalan dengan Allah akan selalu efektif dalam bekerja. Kedamaian batin yang diperolehnya ketika bersekutu dengan Allah memungkinkannya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih berkualitas sehingga masih akan ada energi yang tersisa untuk hari itu (Roma 14:17). Waktu yang kita pakai bersama Allah justru akan selalu menambah waktu bagi diri Anda sendiri. Semakin banyak Anda memberi, semakin banyak Anda akan menerima.
6. Menghindari masalah kebiasaan.
Satu keuntungan penting bila kita menetapkan waktu khusus adalah menghindarkan masalah kebiasaan. Hal ini mungkin tampak bertolak belakang dengan apa yang pernah kita pelajari. Persekutuan bersama Allah tidak harus terdiri dari 50% membaca Alkitab dan 50% berdoa, atau 75% ini dan 25% itu. Kita adalah makhluk yang memiliki kebiasaan dan pada umumnya kita menyukai hal-hal yang sudah teratur dan dapat diduga. Kebiasaan memang dapat membantu, tetapi dapat pula membahayakan. Mengapa? Bila kita menjadi begitu terpaku pada kebiasaan, maka Roh Kudus akan sukar bekerja secara fleksibel dalam diri kita.
Mungkin ada kalanya Roh Kudus berkata, “Bacalah perikop itu sedikit lebih lama, karena ada kebenaran-kebenaran yang perlu kamu pelajari dengan sungguh-sungguh.” Atau, “Sepanjang hari ini, gunakanlah waktu untuk mempelajari perikop ini. Bagi-Ku yang penting kamu memahami bagian ini. Karena dalam waktu dekat Aku merencanakan sesuatu bagimu melalui kebenaran ini.” Atau, “Ada seseorang yang ingin Aku percayakan dalam hatimu. Jangan berhenti berdoa hanya karena sudah pukul 6.50. Aku ingin kau berdoa sepanjang waktu karena orang ini benar-benar membutuhkan doamu.”
Kita membutuhkan fleksibilitas dan kesediaan diri untuk menaklukkan kebiasaan dalam waktu-waktu yang telah kita tetapkan. Bila kita terus-menerus melakukan hal yang sama setiap hari, sebaiknya kita mencoba berubah dan peka terhadap dorongan Roh Kudus. Adanya waktu khusus untuk bersekutu akan membantu kita memperoleh kepekaan terhadap Roh Kudus karena adanya kekonsistenan. Waktu yang tidak teratur akan membuat kita mudah kacau sebab kita malah mencoba mempelajari bagian yang terlewat, atau yang sudah pernah dipelajari.
Disadur dari buku : “ Waktu Bersama Allah” karya Peter V. Deison………(S4MT)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar