Cermin yang Terlupakan
Pada suatu ketika, sepasang suami istri, katakanlah marga mereka Porman dan Tia mengadakan 'garage sale' untuk menjual barang-barang bekas yang tidak mereka butuhkan lagi. Suami istri ini sudah tua, dan anak-anak mereka telah meninggalkan rumah mereka karena sudah bekerja dan untuk hidup mandiri.
Sekarang waktunya untuk membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi. Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan
benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah pernikahan mereka, 35 tahun yang lampau. Karena Tia tidak suka akan cermin itu, lalu ia simpan di gudang, maklum yang memberinya adalah mantan kekasih dari Porman sewaktu mereka mahasiswa yaitu Imel.
Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan. Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah mereka. Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya, cermin itu tidak mereka kembalikan. Demikianlah, cermin itu teronggok di
loteng. Setelah 35 tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka mengeluarkannya dari gudang, dan meletakkannya bersama dengan barang lain untuk dijual keesokan hari.
Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah tangga, buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.
Seorang lelaki menghampiri Porman,dan berkata "Berapa harga cermin itu?" katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai tadi. Porman tercengang."Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda sungguh ingin membelinya?" katanya.
"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus." jawab pria itu. Porman tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek dan tidak berharga. Setelah berpikir sejenak, Porman berkata, "Hmm .... anda bisa membeli cermin itu seharga Rp 25.000 katanya."
Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang Rp.50.000.- dan memberikannya kepada Porman. Dan kata Lompow... Sudahlah pak... tidak usah dikembalikan lagi.
"Terima kasih," kata Porman , "Sekarang cermin itu jadi milik Anda. Apakah perlu dibungkus?"
"Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang." Jawab si pembeli yang bernama Lompow. Porman memberikan ijinnya, dan Lompow itu bergegas mengambil cerminnya dan meletakkannya di atas meja di depan Porman. Dia mulai mengupas pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan lapisan pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya. Bingkai cermin itu ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru aqua yang selama ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu!
"Ya, tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak Lompow dengan gembira. Porman tidak bisa berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa pergi oleh Lompow sipemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.
Kisah ini menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang kita merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani. Bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pegi bekerja, pulang sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari. Sama halnya dengan Porman dan Tia yang hanya melihat plastik pelapis dari bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna
emas yang indah. Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat memperkaya
hidup kita. Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hidup kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita. Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas?
Akankah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang kita inginkan?
Setelah 35 tahun, dan setelah terlambat, barulah Porman menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita menyadari keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak.
Sebab itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup hanyalah rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas tersebut dan menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita. Marilah kita mulai menjelajah hidup kita, menemukan hal-hal baru, belajar lebih banyak, mengenal orang lebih baik. Mari kita melakukan sesuatu yang baru.
Mari kita membuat perbedaan!
Mari kita Baca Pengkhotbah 3 : 1-22
3:1 Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.
3:2 Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;
3:3 ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun;
3:4 ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;
3:5 ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk;
3:6 ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;
3:7 ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;
3:8 ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.
3:9 Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah?
3:10 Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya.
3:11 Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.
3:12 Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka.
3:13 Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah.
3:14 Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia.
3:15 Yang sekarang ada dulu sudah ada, dan yang akan ada sudah lama ada; dan Allah mencari yang sudah lalu.
3:16 Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situ pun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situ pun terdapat ketidakadilan.
3:17 Berkatalah aku dalam hati: "Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya."
3:18 Tentang anak-anak manusia aku berkata dalam hati: "Allah hendak menguji mereka dan memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka hanyalah binatang."
3:19 Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain. Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia.
3:20 Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu.
3:21 Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik ke atas dan nafas binatang turun ke bawah bumi.
3:22 Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?
….. Renungan ……..oleh : Sy . Sarmulia Sinaga,S.T.,M.T…… GKPS Simalingkar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar