Selasa, 18 Januari 2011

Mendengar , Mengerti , Memandang , Menanggap Ucapan Yesus Yang Sulit, 12

Mendengar & Mengerti & Memandang & Menanggap
Ucapan Yesus Yang Sulit, 12 :

Perceraian dan Pernikahan Kembali



* Markus 10:11-12
10:11 Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu.
10:12 Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah."


Ini adalah perkataan yang keras, dipandang oleh para jurid yang mula-mula mendengarnya; dan yang tetap merupakan perkataan keras bagi murid-murid masa kini.

Tuhan Yesus diminta untuk memberikan sebuah ketetapan mengenai sebuah hukum yang sedang diperdebatkan dalam aliran-aliran Yahudi. Didalam Ulangan 24:1-4 terdapat sebuah hukum tersembunyi 'apabila seorang laki-laki menceraikan istrinya sebab didapatinya "yang tidak senonoh" padanya dan ia kemudian menikah dengan orang lain yang juga menceraikannya, maka suaminya yang pertama tidak boleh mengambil dia kembali menjadi istrinya'


* Ulangan 24:1-4
24:1 "Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya,
24:2 dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain,
24:3 dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati,
24:4 maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.


Hukum ini, yang melarang seorang laki-laki yang telah menceraikan istrinya untuk rujuk kembali setelah ia hidup bersama dengan suami yang kedua, tidak memberi petunjuk mengenai tata cara perceraian. Perkataan ini membuat kita beranggapan bahwa membuat kita beranggapan bahwa kata perceraian telah ada. Didalam hukum Perjanjian Lama (PL) tidak ada perintah yang jelas-jelas berbicara mengenai perceraian. Tetapi dalam konteks ini tersirat bahwa untuk menceraikan seorang wanita, seorang laki-laki harus menulis sebuah pernyataan bahwa wanita itu bukan istrinya lagi : "ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya" (Ulangan 24:1). Di bagian lain dalam PL, perceraian dianggap sebagai sesuatu yang tidak patut :


* Maleakhi 2:16
Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel -- juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!


Tetapi dalam Ulangan 24 ada anggapan bahwa seorang laki-laki boleh menceraikan istrinya, dan bahwa ia boleh melakukan itu berdasarkan "sesuatu yang tidak senonoh" atau "sesuatu yang memalukan" yang ia dapati dari diri istrinya.

Para penafsir Hukum Taurat yang hidup di sekitar zaman Tuhan Yesus tidak saja memikirkan tentang apa arti sesungguhnya dari kalimat ini. Mereka bertanya "Apa yang dimaksudkan dengan 'ketidak-senonohan' atau 'ketidak-patutan' yang membenarkan seorang laki-laki untuk menceraikan istrinya"

Ada dua aliran utama : yang satu menafsirkannya secara ketat, yang lain menafsirkannya lebih luwes. Aliran pertama, yang mengikuti petunjuk Shammai, seorang rabbi yang tersohor yang hidup sekitar satu generasi sebekum Yesus Kristus berkata bahwa "seorang laki-laki diberi wewenang untuk menceraikan istrinya bila ia mengawininya dengan anggapan bahwa istrinya itu masih gadis, tetapi kemudian ia mendapatkan bahwa istrinya itu sudah tidak gadis".

Memang ada undang-undang yang memuat hal ini dalam Ulangan 22:13-21. Akibatnya bisa sangat serius bagi pengantin-wanita bila bukti yang ada di-interpretasikan bahwa ia pernah melakukan hubungan-sex yang haram sebelum menikah, maka inilah pengertian 'sesuatu yang tidak senonoh' itu :


* Ulangan 22:13-21
22:13 "Apabila seseorang mengambil isteri dan setelah menghampiri perempuan itu, menjadi benci kepadanya,
22:14 menuduhkan kepadanya perbuatan yang kurang senonoh dan membusukkan namanya dengan berkata: Perempuan ini kuambil menjadi isteriku, tetapi ketika ia kuhampiri, tidak ada kudapati padanya tanda-tanda keperawanan --
22:15 maka haruslah ayah dan ibu gadis itu memperlihatkan tanda-tanda keperawanan gadis itu kepada para tua-tua kota di pintu gerbang.
22:16 Dan ayah si gadis haruslah berkata kepada para tua-tua itu: Aku telah memberikan anakku kepada laki-laki ini menjadi isterinya, lalu ia menjadi benci kepadanya,
22:17 dan ketahuilah, ia menuduhkan perbuatan yang kurang senonoh dengan berkata: Tidak ada kudapati tanda-tanda keperawanan pada anakmu. Tetapi inilah tanda-tanda keperawanan anakku itu. Lalu haruslah mereka membentangkan kain itu di depan para tua-tua kota.
22:18 Maka haruslah para tua-tua kota itu mengambil laki-laki itu, menghajar dia,
22:19 mendenda dia seratus syikal perak dan memberikan perak itu kepada ayah si gadis -- karena laki-laki itu telah membusukkan nama seorang perawan Israel. Perempuan itu haruslah tetap menjadi isterinya; selama hidupnya tidak boleh laki-laki itu menyuruh dia pergi.
22:20 Tetapi jika tuduhan itu benar dan tidak didapati tanda-tanda keperawanan pada si gadis,
22:21 maka haruslah si gadis dibawa ke luar ke depan pintu rumah ayahnya, dan orang-orang sekotanya haruslah melempari dia dengan batu, sehingga mati -- sebab dia telah menodai orang Israel dengan bersundal di rumah ayahnya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.


Aliran yang lain mengikuti ajaran ahli sezaman dengan Shammai, yaitu Rabbi Hilel, ia berpendapat bahwa 'sesuatu yang tidak senonoh' bisa mencakup segalasesuatu yang dianggap melawan atau kasar oleh suaminya. Ia bisa tidak lagi dicintai karena berbagai sebab – jika ia menghidangkan makanan yang kurang lezat misalnya, atau bahkan (begitu kata seorang rabbi) karena ia merasa istrinya kurang cantik dibandingkan dengan wanita lain.
Harus ditekankan bahwa para nabi yang memberikan penafsiran-penafsiran 'liberal' ini bukannya ingin mempermudah perceraian. Mereka hanya berminat untuk menyatakan apa yang mereka percayai dari suatu ayat tertentu.

Dan terhadap latar belakang yangs edemikianlah Tuhan Yesus diundang untuk mengatakan apa yang menjadi pendapatNya. Orang-orang Farisi yang melontarkan pertanyaan kepadaNya mempunyai pendapat-pendapat yang berbeda mengenai hal ini.
Dalam catatan Matius mengenai kejadian ini, mereka bertanya :


* Matius 19:3
Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?"


Bila jawaban Tuhan Yesus adalah 'YA' maka mereka ingin tahu untuk alasan-alasan apa menurut Dia perceraian itu dimungkinkan. Tuhan Yesus memebrikan jawabanNya kepada mereka dan kemudian, secara pribadi, Ia menjelaskannya demi kebaikan murid-muridNya yang telah mendengarNya :


* Matius 19:4-6
19:4 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?
19:5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."


Yesus tidak setuju dengan perceraian, terhadap pandanganNya ini muncul pertanyaan :

* Matius 19:7
Kata mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?"


Musa dianggap telah memberi izin untuk perceraian dengan membuat 'surat cerai' , tepat sekali memang "Musa memberi izin", dan bukan "Musa memerintahkan".
Undang undang yang menjadi acuan mereka, seperti yang kita lihat dalam Ulangan 24:1-4, dengan seadanya menerima prosedur perceraian yang ada, dan menjalinnya dalam sebuah perintah yang berhubungan dengan kemungkinan-kemungkinan yang lebih lanjut.
Kita lihat jawaban Yesus demikian :

* Matius 19:8
Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian.


Tuhan Yesus mengatakan kepada mereka bahwa 'justru karena ketegaran hatimu-lah', maka 'Musa menuliskan perintah ini untuk kamu'. kemudian sama seperti dengan hukum hari Sabat, demikianlah hukum pernikahan. Yesus kembali kepada prinsip utama "Sebab pada awal dunia", kataNya "Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan". 'Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya untuk bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia' (Markus 10:2-9 bandingkan dengan Matius 19:4-6)

Tuhan Yesus mengingatkan mereka akan ajaran Alkitab mengenai Lembaga pernikahan harus selaras dengan tujuan Allah menetapkan eprnikahan. Pernikahan ditetapkan untuk menciptakan sebuah kesatuan baru dari dua pribadi, dan tidak ada peraturan yang dibuat untuk menceraikan kesatuan itu.

Tuhan Yesus tidak meng-agung-agungkan pernikahan. Ia tidak mengatakan bahwa setiap pernikahan dilakukan di Surga. Namun pernikahan ditetapkan oleh Allah untuk manusia di bumi. Atas pertanyaan "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya?" maka jawabannya, kita simpulkan adalah tidak; Tidak dengan alasan apa saja!.

Ada sisi yang menarik dari jawaban Tuhan Yesus kepada orang-orang Farisi yang dengan mudah bisa lewat dari pertahian kita. Penafsiran yang kaku dari aliran Shammai dan penafsiran 'liberal' dari aliran Hilel, keduanya memandang dari segi suami.
Dalam penafsiran yang kaku, kegadisan pengantin-perempuan menjadi pokok yang tidak boleh diabaikan; kesucian pengantin laki-laki sebelum pernikahan tidak masalah.
Sedangkan penafsir 'liberal' sangat bebas dalam kepentingan suami, artinya, ia memperbolehkan menceraikan istrinya dengan berbagai macam alasan. Tetapi kalau menyangkut kepentingan istri, aliran ini sangat tidak liberal, karena si istri tak punya kesempatan untuk memperbaiki diri jika suaminya memutuskan untuk menceraikannya menurut hukum yang ditafsirkan secara 'liberal' itu.

Apa yang benar dari penafsiran-penafsiran ini dan yang benar dari usaha mereka untuk memperluas hukum Allah dengan undang-undang mereka sendiri ialah : bahwa ketegaran hati manusia itu sendiri yang membuat perceraian itu dibenarkan.

Ketidak-seimbangan Hukum Taurat ini merugikan pihak perempuan. Tetapi keputusan Tuhan Yesus yang merujuk pada tujuan Sang Pencipta mengakibatkan 'ketidak-seimbangan' itu menjadi seimbang. Tidak mengherankan bahwa kaum wanita selalu mendapatkan di dalam diri Tuhan Yesus seorang Sahabat dan Pembela.

Secara sepintas lalu kita bisa melihat bahwa Yesus mengacu pada peraturan penciptaan. Tuhan Yesus menggabungkan ayat mengenai kisah penciptaan dalam Kejadian pasal 1 dengan sebuah ayat di Kejadian pasal 2. Dalam Kejadian 1:27 "Ketika Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya", maka 'manusia' yang Ia ciptakan sedemikian itu adalah manusia dengan 2 jenis kelamin "laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka". Dan didalam Kejadian 2:24, setelah kisah pembentukan Hawa dari tulang rusuk Adam, kita membaca : "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging".
Tuhan Yesus mengutip kata-kata ini sebagai Firman Allah. Adalah dibawah ketetapan Allah bahwa kedua orang itu menjadi satu : laki-laki tidak diberi wewenang untuk mengubah ketetapan itu.



Gugatan cerai dari pihak istri :


Ketika murid-murid meminta Tuhan Yesus untuk menerangkan ketetapanNya, ia mengulanginya kembali dengan mengucapkan kedua pernyataan yang dikutip di awal bab ini :

* Markus 10:12
Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah."


Pernyataan yang kedua menunjuk pada suatu situasi yang tidak dipandang dalam Hukum PL, yang tidak memberi beluang bagi seorang istri untuk menceraikan suaminya dan mengawini laki-laki lain. Karena itulah orang menganggap bahwa pernyataan yang kedua ini merupakan sesuatu yang wajar ditambahkan pada ketetapan asli Tuhan Yesus saat ke-Kristenan memasuki dunia orang kafir, Di dalam beberapa sistem perundang-undangan orang kafir, Seorang sitri dimungkinkan untuk mengajukan gugatan perceraian. Hukum ini tidak dikenal dalam tradisi Yahudi. Tetapi di saat Tuhan Yesus berbicara, tanah Israel dijajah oleh Romawi dan tentu saja juga berlaku hukum sipil Romawi yang memungkinkan seorang istri menggugat cerai suaminya, maka untuk inilah Tuhan Yesus juga menyoroti gugatan cerai dari sisi seorang istri.

Kurang dari sepuluh tahun sebelumnya, Herodias, seorang cucu perempuan Herodes yang Agung yang menikah dengan pamannya Herodes Philip dan hidup dengannya di Roma. Kemudian ia jatuh cinta dengan paman yang lain, yaitu Herodes Antipas, penguasa Galilea dan parea, saat Herodes Antipas berkunjung ke Roma. Supaya Herodias bisa mengawini Antipas (hal mana juga dikehendaki Antipas), ia menceraikan suaminya yang pertama. Ia melakukan dibawah hukum Romawi karena ia seorang warga negara Roma (sama sepertis emua keluarga Herodes).
Seorang wanita yang menikah dengan pamannya tidak melanggar hukum Yahudi, seperti yang dianggap pada masa itu, tetapi menikah dengan saudara suaminya benar-benar melanggar hukum Yahudi. Yohanes pembabtis dipenjarakan oleh Herodes Antipas karena ia emnegaskan bahwa Antipas telah melanggar hukum karena menikah dengan istri saudaranya.
Tuhan Yesus memang tidak menyebutkan nama, tetapi siapapun pada waktu itu, baik di Galilea atau Perea yang mendengar kisah tentang seorang wanita yang menceraikan suaminya dan kemunian menikah dengan orang lain, akan membayangkan Herodias. Seandainya Herodias mendengar Tuhan Yesus mengatakan bahwa ia hidup dalam perzinahan, pastilah ia dendam seperti dendamnya kepada Yohanes Pembabtis.



Perceraian kecuali karena zinah :


Tetapi yang sulit diterima oleh murid-muridNya ialah perkataanNya mengenai perceraian dan pernikahan ulang dari pihak laki-laki. Tidak dapatkan seorang laki-laki bebas dari istrinya karena alasan apapun? Kelihatannya tidak, emnurut penjelasan yang gamblang dari Tuhan Yesus. Karena itu, tidak mengherankan bahwa dalam berlalunya waktu, ketegaran hati mereka telah mengubah ketetapanNya, sama seperti sebelumnya, ketegaran hati manusia telah mengubah tujuan mula-mula dari Sang Pencipta.


Dalam tulisan Matius mengenai diskusi ini, ketetapan Tuhan Yesus ini dirinci dengan keterangan :

* Matius 19:9
Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."


Kekecualian yang sama ini muncul kembali dalam perkataanNya yang lain dalam Injil ini, yaitu dalam Khotbah di bukit :

* Matius 5:32
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.


Ketetapan dalam bentuk yang terakhir ini muncul juga dalam Lukas :

* Lukas 16:18
Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah."

Bandingkan dengan :

* Markus 10:11-12
10:11 Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu.
10:12 Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah."


Tetapi Lukas dan Markus tidak menulis anak kalimat pengecualian. Maka, apa yang harus kita pahami dengan 'anak kalimat' pengecualian ini? Rasul Paulus menjelaskannya demikian :


* 1 Korintus 7:10-16
7:10 Kepada orang-orang yang telah kawin aku -- tidak, bukan aku, tetapi Tuhan -- perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya.
7:11 Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.
7:12 Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia.
7:13 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu.
7:14 Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.
7:15 Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.
7:16 Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?


Inilah pemahaman yang benar mengenai "perkecualian', seseorang bisa saja terlanjur bercerai, atau karena suatu kasus tertentu ia 'harus bercerai'. Misalnya seseorang bisa saja tdak bisa mengampuni perbuatan pasangannya yang 'mengkianatinya' dengan berselingkuh dengan orang lain sehingga kemudian mereka memilih jalan bercerai. Bagaimana menyelesaikan kasus ini, bolehkah ia menikah lagi?

Rasul Paulus menasehatkan "jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya". Karena bagaimanapun Allah tidak menyetujui perceraian (Maleakhi 2:16; Matius 19:4-6). Tuhan Yesus memperingatkan agar manusia kembali kepada fitrahnya, yaitu bahwa sejak semula Allah men-design institusi perkawinan dengan mempersatukan satu orang laki-laki kepada satu orang perempuan .







Artikel terkait :
- YESUS MELURUSKAN POLIGAMI DAN KAWIN-CERAI, di yesus-meluruskan-poligami-dan-kawin-cerai-vt713.html

- PERCERAIAN : "kecuali" Karena Zinah, Matius 19:9, di perceraian-kecuali-karena-zinah-matius-19-9-vt2169.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar