PENGAKUAN JUJUR DARI SEORANG SUAMI
Perempuan sebagai isteri yang dibentuk Allah dari tulang rusuk laki-laki semata-mata dilakukan karena kebutuhan laki-laki. Oleh sebab itu saat Allah selesai menciptakan perempuan itu sebagai penolong Adam, Allah kemudian membawanya kepada Adam. Arti kata “dibawa” disini dapat saya tafsirkan dengan makna ”bernilai lulus atau sah”,dengan campur tanganNya. Allah tidak mengkondisikan atau memaksa Adam untuk menerima secara pasif. Tetapi Adam diberi hak untuk menilai calon isterinya secara jujur dan terbuka, agar dikemudian hari Adam tidak menyesal atau menyalahkan Allah karena pasangannya tersebut. Jika saya terjemahkan pada kondisi sekarang, ini dapat saya artikan “ saat berpacaran” . Kita perlu jujur saat berpacaran dan mempertanyakan kepada Allah, apakah ini merupakan perempuan yang Ia bawa untuk kita. Setelah mengerti dan meyakini bahwa itu adalah pemberian Allah buat kita, kemudian secara jujur dan terbuka kita dapat melakukan seperti Adam yang memberikan pengakuan terhadap pasangannya/istrinya dengan ungkapan: “…inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku…Kej.2:23. Inilah pengakuan jujur dan terbuka dari pernikahan pertama yang direncanakan dalam kehendak Allah, dimana Allah sendiri yang menjadi saksi mereka dan alam semesta di Taman Eden.
Karena itu prinsip pernikahan yang menjadi satu daging hanya mungkin dapat terjadi ketika suami sungguh-sungguh secara tulus, jujur dan terbuka mau memberikan pengakuan bahwa posisinya sejajar dengan isterinya. Pengakuan itu bukan hanya diucapkan di gereja dalam upacara pernikahan, tetapi juga di depan lingkungan keluarganya sendiri, keluarga isterinya, di depan anak-anaknya, dan masyarakat. Bahkan pengakuan tersebut tidak hanya secara verbal atau ucapan belaka tetapi harus ditunjukkan lewat keterlibatan isteri dalam menentukan masa depan keluarga mereka berdua. Menjadi satu daging akan lebih sempurna, ketika diantara mereka tidak terdapat pembatas lain, apakah pihak keluarga, family ataupun sahabat. Jelas disyaratkan bahwa seorang laki-laki dewasa dan perempuan dewasa harus meninggalkan orang tuanya untuk membentuk rumah tangga baru. Tidak boleh tergantung lagi buat orang tua, baik secara materi maupun secara iman. Hal ini yang sering salah dalam mengambil kesimpulan. Kita menganggap dewasa itu dari segi usia, padahal dalam pernikahan yang paling mendasar adalah dewasa secara iman.
Hanya orang yang dewasa secara iman yang dapat memberikan pengakuan yang jujur terhadap orang lain, terutama kepada pasangan kita. Ketika seorang suami yang memberikan pengakuan yang jujur dan terbuka terhadap isterinya akan melibatkan secara utuh keberedaan isterinya, dan menghormati peran isterinya dalam hal sekecil apapun dalam keluarga mereka. Misalnya sebagaimana suami telah letih sehari penuh bekerja di kantor atau di luar rumah maka ketika tiba di rumah ia juga harus menghargai jerih lelah isterinya yang telah mengurus anak-anak di rumah, mempersiapkan makanan, merapihkan rumah. Dalam konteks ini perlu dipahami bahwa konsep bekerja atau berkarya dalam pengertian Alkitab adalah melakukan sesuatu. Bahkan Alkitab tidak mengatakan bahwa bekerja atau berkarya baru dianggap bernilai ketika diukur dengan uang. Sebab dimata Tuhan nilai suatu pekerjaan atau karya bukanlah soal apa yang dapat kita kerjakan tetapi bagaimana kita mengerjakan segala sesuatu tersebut. Oleh sebab itu, ketika kedua insan yang berpasangan telah dewasa secara iman, maka mereka akan dapat saling memahami dan saling mengisi antara satu denga lainnya, sehingga konsep Allah dalam menciptakan perempuan terwujud dalam kehidupan keluarga Kristen yang sejati.
Budaya dan adat istiadat seringkali mengabaikan nilai pekerjaan isteri di rumah, melahirkan, dan merawat anak. Seringkali pekerjaan dinilai hanya berdasarkan materi. Suami yang bekerja di kantor mendapatkan banyak uang, sedangkan isteri yang mengurus rumah tangga tidak mendapatkan uang sama sekali. Inilah salah satu paradigma yang salah melihat suatu karya yang dilakukan suami dan isteri. Bukankah di dalam Kartu Tanda Penduduk dicantumkan salah satu pekerjaan ialah : ibu rumah tangga ? Tapi yang menjadi pertanyaan, jika itu merupakan salah satu pekerjaan mengapa isteri tidak mendapatkan upah dari hasil pekerjaannya itu? Sebenarnya upah yang diberikan oleh perusahaan tempat dimana suami bekerja juga sudah memasukkan tunjangan hidup keluarga . Karena itu gaji yang diterima oleh suami sebenarnya adalah hak bersama antara suami dan istri.
Jika para suami mau jujur dan memahami Alkitab dengan benar, maka seharusnya kita sadar bahwa sesungguhnya apa yang dikerjakan oleh istri di rumah sebenarnya sama berat dengan apa yang dikerjakan suaminya di kantor. Karena memang, hal itu adalah sifat alami yang harus dipenuhi oleh semua pasangan suami istri. Pekerjaan itu akan enjoy ketika keduanya saling memahaminya. Sebagai bukti dalam hal ini, cobalah para suami satu hari penuh mengurus semua urusan di rumah mulai dari memasak, mengurus anak-anak, merapikan rumah dan lain-lain. Setelah itu bandingkan dengan melakukan di kantor, atau sebagai tukang di bangunan. Mana yang lebih berat dari kedua pekerjaan tersebut? Keduanya akan sangat berat ketika tidak sesuai dengan personalnya. Sebagai contoh, tangan akan terasa kaku dan capek ketika digunakan untuk berjalan, bahkan tangan bisa cedera, tetapi alangkah ringan ketika digunakan untuk menyuap nasi ke mulut. Demikian sebaliknya pula. Oleh sebab itu, ketika pasangan suami istri mulai membandingkan kerja mereka dan lupa akan konsep penolong yang diamanatkan oleh Penciptanya, maka pada saat itu keluarga tersebut sudah keluar dari Taman Eden masa kini dan menuju ke neraka. Era sekarang ini, kita harus hati-hati dalam menyikapi emansifasi yang kebablasan, karena Alkitab bicara soal itu.
Saya pernah selama satu minggu ditinggalkan oleh istri karena ada pekerjaan di luar kota. Baru dua jam ditinggalkan rasanya sudah tidak mampu mengurus rumah dan anak-anak, sehingga saya kemudian menelpon ibu saya untuk segera datang untuk membantu saya, dan saya telepon istri saya supaya ketika pekerjaan selesai segera pulang.
Kita dapat membayangkan bagaimana istri harus setiap hari melihat pemandangan yang sama di dapur dan berhubungan dengan benda yang mati yang tidak dapat diajak berkomunikasi. Sementara kita para suami di luar masih dapat menikmati variasi dari lingkungan pekerjaan atau pelayanan. Namun demikian bukan berarti apa yang dikerjakan oleh istri lebih berharga dengan yang dikerjakan suami di kantor. Yang ingin saya sampaikan ialah, jika suami bekerja di kantor mendapatkan upah secara materi maka hargailah istri yang seharian bekerja di rumah namun tidak mendapatkan upah sama sekali karena ia melakukannya demi rasa cintanya kepada suami dan keluarganya. Istri akan sangat merasa tersanjung jika sepulangnya dari kantor, suami dapat memberikan perhatian dan penghargaan yang tulus dan jujur terhadap apa yang dikerjakan istri sepanjang hari di rumah.
Karena itu tidaklah berlebihan jika Alkitab memberikan fungsi kepada istri sebagai penolong yang sepadan. Secara prinsip pengertian penolong adalah selalu lebih kuat daripada yang ditolong. Karena itu alangkah fatalnya para suami jika istrinya sebagai penolong tidak mendapatkan pengakuan dari suaminya. Padahal dimanapun di dunia ini berlaku prinsip bahwa orang yang lebih kuat akan cenderung lebih mendapatkan penghargaan. Karena itu setiap suami haruslah memberikan pengakuan yang tulus, jujur dan terbuka dalam segala hal kepada isterinya. Misalnya suami harus melibatkan istri dalam pengelolaan keuangan mereka. Atau suami tidak boleh menggunakan gajinya semena-mena tanpa sepengatuhuan istrinya. Begitu juga dalam hal yang lain suami harus melibatkan isterinya dalam mengambil keputusan yang menyangkut masa depan pernikahan mereka. Jika setiap suami memberikan pengakuan kepada istrinya dengan implementasi yang jelas, maka istri akan rela dan penuh sukacita menghormati suaminya, bahkan dia dapat menjalankan fungsinya secara optimal sebagai penolong.
Pada umumnya ketidak harmonisan pernikahan tersebut banyak ditimbulkan oleh perilaku suami yang tidak memberikan pengakuan yang jujur, tulus dan terbuka terhadap keberadaan istrinya secara konkrit. Hal inilah sebagai awal pemicu bagi akumulasi persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan pernikahan Kristen
Salah satu dosa yang terbesar dari banyak kehidupan pernikahan Kristen ialah tidak adanya atau kurangnya pengakuan terhadap keberadaan istrinya dalam kehidupan pernikahan. Karena itu tidak heran ketika Adam jatuh ke dalam dosa maka ia kemudian menyalahkan Tuhan yang memberikan wanita itu sebagai isterinya, setelah sebelumnya memberikan pengakuan kepada istrinya dengan ungkapan:” Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” Pemahaman yang benar tentang ikatan pernikahan kudus tersebut dimana harus lahir dan berpusat kepada hati yang jujur dan saling mengakui kesetaraan. Dengan pengakuan yang demikian maka kehidupan pernikahan Kristen akan mengalami suatu proses pertumbuhan saling mengenal yang sehat.
Oleh: Sy.Ir.Sarmulia Sinaga,M.T
Senin, 15 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar